Sabtu, 27 Agustus 2011

Bantal Guling Dalam Dekapan


Made Teddy Artiana
(fotografer, penulis, event organizer)




Kejadian ini terjadi beberapa hari yang lalu…lucu-lucu sedih.

“Pak”, sapa ku kepada salah satu kenek (pembantu tukang) yang sedang merenovasi rumah kami,”Bapak mau bantal guling gak ? ada dua nih gak kepake..”
“Gak”, jawab Pak Dono tanpa menoleh.
Oh mungkin dia gak denger jelas, bathinku.
“Woooi Pak !”, panggilku setengah berteriak,”Mau guling gak !??”
“Enggak Massss !! Matur nuwun sangeett”, jawabnya kali ini nyengir kuda.
“Sebenarnya, kalo Bapak mau..ambil aja..beneran gak perlu bayar..ambil aja Pak”, ujarku masih tak menyerah, “daripada…”
“Mass..Masssssss,,,wong rumah aja gak punya..kok malah dikasih guling ! Iki piyee..hahahahaha”, potongnya sambil menggaruk-garuk kepala dan tertawa.

Saat itu reaksiku adalah tertawa sekeras-kerasnya. Demi TUHAN aku tidak bermaksud menghinanya, ini hanya reaksi spontanitas. Aku pikir jawaban yang diberikan oleh Pak Dono, sangat menggelikan : “rumah aja gak punya kok malah dikasih bantal guling… !”

Sebelum akhirnya aku terdiam. Iya juga ya..mereka-mereka ini, tukang dan kuli bangunan, sudah puluhan tahun bekerja membangun rumah orang lain, sementara mereka sendiri tidur, tinggal…seadanya. Tapi toh mereka bisa bersenda gurau bersama teman-teman, tertawa dengan tanpa terlalu disusahkan oleh hal-hal yang belum mereka miliki.

Sementara kita, seringkali begitu meributkan dekorasi, warna cat tembok, model gorden dan segala macam tetek-bengek dalam rumah, sementara orang yang tidak memiliki rumah bisa terlihat demikian bahagia jauh lebih bahagia dari kita yang tinggal aman dirumah sendiri, berAC dan berkasur King Koil, berbantal Latex.

Tak jarang kita juga meributkan tentang makanan yang kurang ini itu, terlalu asin, terlalu pedas, kurang manis, terlalu gurih dan lain sebagainya..sampai-sampai kita lupa banyak diluar sana orang-orang berkeliaran mencari nasi untuk dimakan hari ini, sementara besok…belum tahu harus makan apa dan mencari dimana.

Atau yang paling sering terjadi, meributkan persaingan di kantor, membawa dampak negatif dari politiking kantor ke dalam rumah. Sehingga rumah yang tadinya ‘rumah’ pun, berubah jadi ‘kantor polisi’ !

Masih banyak yang lain. Mobil, anak, istri, tas baru, HP terbaru..dan lain sebagainya…
Yang lebih sering kita dudukkan sebagai ‘permasalahan’ dan bukan sebuah anugrah, walaupun kadang memiliki cacat disana-sini.

Ini mengingatkanku akan cerita Anthony Robbin, pada saat ia begitu mempermasalahkan sepatu barunya, hingga suatu saat ia bertemu dengan orang yang tidak memiliki kaki, sebatangpun !

Agaknya memang diperlukan ketrampilan tersendiri, untuk menikmati apa yang ada dan sama sekali tidak terganggu dengan apa yang belum ada.

Sama halnya diperlukan ‘kesaktian khusus’ untuk mencari dan menemukan sisi yang menyenangkan dari apa yang sudah kita miliki, dan tidak bertindak sebagai kritikus, yang terlanjur biasa ..sekali lagi..terlanjur biasa…untuk mengkritisi apapun yang ada disekitar kita, sampai-sampai kita lupa untuk menikmatinya. Bahkan lebih parah lagi, terjebak dalam perasaan yang tidak menyenangkan di segala waktu dan di segala tempat. Dan lebih gila dari itu..mengganggap keterjebakan itu sebagai sebuah kecerdasan !!

Hanya karena syarat-yarat kita untuk bahagia terlalu tinggi, terlalu strict, terlalu ngejlimet… dan susah dijangkau oleh apa yang sudah diberikan TUHAN dalam genggaman tangan ini (*)

1 komentar:

  1. Astaghfirullah ... terima kasih sudah mengingatkan saya dengan postingan ini ..

    BalasHapus