Senin, 28 Januari 2013

Pembeli adalah Raja, Penjual adalah DEWA.


Oleh : Made Teddy Artiana
Chief Marketing Officer Kairos System & Technology



Beberapa orang segera saja komplain dengan tambahan kalimat setelah koma. “...Penjual adalah DEWA”.

“Gak bisa gitu dong, Pak ! Kita ini harus melayani. Kita adalah pelayan-pelayan Raja, Pak. Kalau semua penjual berlagak Dewa, pembeli pada kabur semua dong?”

Hahahaha...argumen yang menarik.

Ketika menggunakan istilah “Dewa” yang saya maksud bukan mengacu kepada “arogansi kekuasaan”. Mentang-mentang Dewa, terus mau sesukanya sendiri? Ibarat kata : mau seudel enaknya sendiri? Ups..maaf kebalik. Se-enak udel-nya sendiri? (emang udel enak?)

Sejatinya, terminologi Dewa saya gunakan untuk meminjam sedikit sifat-sifat ke-Maha-an TUHAN. Karena saya bakal kualat..lat..lat, jika berani menulis : Penjual adalah TUHAN.

Sifat-sifat apa itu persisnya?

Maha tahu. Seorang penjual HARUS serba tahu, dan bukan sok tahu. Kenapa ya begini? Kenapa ya begitu? Dalam hal ini diperlukan wawasan yang sangat luas. Penjual harus sungguh-sungguh belajar.

Maha baik. Seorang penjual HARUS memiliki hati yang baik, dan bukan baik karena ada maunya. Strategi, siasat, tips and trick memang penting, tetapi "kebaikan hati", diatas semuanya itu.

Maha murah. Seorang penjual HARUS murah hati kepada pembelinya, bukan menjual semurah-murahnya. Apa yang sebenarnya paling mahal dalam dunia bisnis? Uang? Bukan! Tapi waktu. Penjual harus rela memberikan "waktu-nya" kepada pembeli-pembelinya. Harus sabar menjalani proses menjalin hubungan-baik.

Maha bijak. Seorang penjual HARUS bijaksana, dapat menempatkan diri sebagai “konsultan” bagi pembelinya. Karena sering kali pembeli sebenarnya tidak paham akan "kebutuhan vs keinginannya". Ingin produk A, padahal ia butuh produk B.

Dan lain-lain...(PR masing-masing untuk melanjutkan “Maha-Maha” diatas...hehehe)

Tetapi yang perlu diperhatikan adalah kata “HARUS”  (yang sengaja saya tulis dalam huruf kapital) diatas. HARUS = HARAPAN, atau dalam istilah para jin lebih dikenal dengan : “Your wish is my command..!”

Mau tidak mau, setuju tidak setuju, ini membuat Anda para penjual menggantungkan tinggi-tinggi STANDAR KUALITAS bagi diri Anda. Yang jelas, menjadi sekedar pelayan Raja, tidak hanya terlalu minimalis bagi penjual, namun sudah  tidak mencukupi di hari-hari ini.

Mengapa demikian?

Dunia sudah begitu komplek. Jenis produkpun diumbar bertebaran buaanyak tak terhitung. Perang harga dimana-mana. Sementara pembeli –Raja Anda itu- semakin kebingungan : mana yang KEBUTUHAN..mana yang KEINGINAN.

Karena itu pembeli tidak butuh orang-orang suruhan yang berada di bawah mereka, mereka lebih butuh PENOLONG yang sederajat atau bahkan lebih tinggi dari mereka. Raja tidak lagi membutuhkan pelayan ..mereka membutuhkan DEWA!
 (*)





Senin, 14 Januari 2013

Mblusukan ala SBY : akankah peristiwa Saul vs Daud berulang?



Mblusukan ala SBY : akankah peristiwa Saul vs Daud berulang?

Oleh Made Teddy Artiana, S. Kom



"Saul mengalahkan beribu-ribu, Daud berlaksa-laksa"
Demikian kira-kira teriak membahana, yang memerahkan kuping, wajah..dan hati
Saul. Latar belakang kisah dari Timur Tengah itu adalah : Saul adalah
Raja (incumbent saat itu), sementara Daud -anak buahnya- masih berstatus kepala
pasukan. Masalahnya adalah : popularitas Daud sedang menanjak alias naik daun,
melangkahi boss besarnya.


Aku rasa sebagian besar yang melakukannya adalah "cewek" Israel. Dari sekedar anak kecil, ABG, wanita dewasa, ibu-ibu, hingga nenek PML (Pengen Muda Lagee).

Bayangkan mereka tidak hanya bernyanyi, mereka menari! Kalau itu jaman sekarang, bukan tidak mungkin mereka berakhir pingsan, lantaran histeria.

Seandainya ada gadget saat itu, habislah Daud difoto-foto dan diupload-upload.
Seandainya sudah ada BB, maka status mereka pastilah puja-pujaan kepada Daud.
Seandainya sudah ada FB dan Twitter, maka friends dan follower Daud pasti berjubel tak terkira. Like! Likeee! Likeeee!
Seandainya..sudah ada media..pastilah akan ada "Liputan Khusus Gebrakan Daud"...

Wangi Daud memekatkan udara. Sebuah aroma therapy "harapan" untuk rakyat. Namun berdampak kontraproduktif untuk seseorang. Saul sesak nafas. Laksana bau duren untuk mereka yang anti duren.

Apa kelanjutan ceritanya? Saul melakukan percobaan pembunuhan ke Daud. Bukan "pembunuhan karakter", tapi pembunuhan "beneran". Alhasil? Daud kabur...

Istilah "mblusuk" sekarang ngetop, mengalahkan "nikah siri" dan "korupsi".
Jurus pamungkas Jokowi itu..kabarnya ditiru Pak Beye. Jelaslah media punya peranan kuat mengipasi berita hangat ini..menjadi membara.

Sindiran menghujani SBY : pencitraan, niru-niru, latah, gak punya bahan, hingga telmi.

Tidak ada yang tahu tentang hal itu secara persis, kecuali : TUHAN, SBY dan setan. Ibu Ani pun mungkin hanya sekedar "ngikut suami", seperti Pak Bud "ngikut gimana amannya aja".

Terlepas dari itu semua, sepak terjang Jokowi-Ahok memang layak di contoh semua orang. Gebrakan mereka seharusnya tidak hanya mendapat dukungan dari media, namun juga DOA-DOA kita.
Yang jelas... gerakan Jokowi-Ahok "mbalasak-mblusuk" ini memang HARUS diteladani sebagai bentuk bagaimana pemimpin mengetahui masalah di rakyatnya secara presisi demi menyajikan solusi, tentu itu pantas dan harus ditiru oleh semua pemimpin di Indonesia tak terkecuali Pak Beye.

Namun jika itu hanya ingin melahirkan teriakan dan tarian histeria seperti yang diperuntukkan kepada Daud...wah ini bahaya.

Lebih bahaya lagi jika akhirnya melahirkan adegan "pelemparan tombak" (yang akhirnya menancap di dinding) yang ditujukan kepada mereka yang dicintai rakyat.

Semoga para pemimpin "senior" di Bangsa ini tidak punya mentalitas Saul, hingga membuat para pemimpin muda yang berbakat, terhalang menuju permukaan. Amin

BANGKIT & JADILAH TERANG!