Minggu, 19 September 2010

Antara Keong Racun, Monyet dan Inception-nya Leonardo DiCaprio


oleh Made Teddy Artiana, S. Kom
fotografer & penulis



“Dasar kau keong racun, baru kenal eh ngajak tidur !”

Aku berani bertaruh bahwa 9 dari 10 orang Indonesia pasti mengenal akrab penggalan syair diatas. Dubbing lagu Keong Racun via youtube oleh Shinta dan Jojo itu memang luar biasa fenomenal. Tersebar - hingga keluar negeri- lewat internet, handphone, BB bahkan televisi. Naif, konyol, tapi sangat menghibur. Keduanya, disadari atau tidak, telah membuktikan sedikitnya dua hal. Pertama, keperkasaan internet dan segala kerabatnya yang akan mempermudah seseorang untuk eksist (baca: ngetop) di abad ini. Kedua, keberhasilan Shinta dan Jojo membuat siapapun akan bermimpi bernasib lucky seperti mereka berdua. Sejauh ini aku pribadi menganggap semua itu sungguh merupakan fenomena unik, yang merupakan perpaduan antara : iseng, keperkasaan dunia maya dan lagu nyentrik yang sangat menghibur.

Sampai ketika aku mendengar sekelompok anak kecil (antara 8-10 tahun), sambil tertawa cekikikan, menyanyikan syair diatas berulang-ulang. “… baru kenal eh ngajak tidur !”.
Lucu memang, untuk kita yang telah dewasa dan menikah. Tetapi untuk mereka, anak-anak itu. Apakah pengulangan-pengulangan itu tidak kemudian tertanam di bawah sadar mereka, makin kuat, lalu … entah mengendap jadi apa disana.

Yang jelas, ketika harus berhadapan dengan cermin norma agama dan susila, kalimat diatas –untuk anak-anak kita- sama sekali tidak lucu lagi. Bahkan ia kemudian menjelma menjadi virus nakal esek-esek yang mau tidak mau mengusik keimanan.

Aku jadi teringat sebuah dongeng tentang monyet dan angin. Suatu ketika terjadilah taruhan antara monyet dan angin. Monyet berkata sesumbar bahwa angin tidak akan sanggup menjatuhkan dirinya dari atas pohon. Karena merasa ditantang sekaligus penasaran, anginpun setuju. Tanpa banyak cakap angin segera mengeluarkan seluruh kekuatannya untuk meniup monyet agar segera terhempas ketanah. Tapi aneh, semakin kuat angin bertiup, semakin erat pula monyet berpegangan pada pohon. Angin kelelahan, sejauh ini ia gagal. Sedangkan lawannya, Si Monyet berteriak kegirangan sambil berjingkrak-jingkrak mengejek. Untunglah angin tidak menyerah. Ia memutuskan untuk mengubah strategi penyerangan. Jika tadi ia menggunakan ‘kekerasan’ kini anginpun bertiup sepoi-sepoi basa. Karena merasa akan segera memenangkan pertandingan, monyetpun lengah. Ia tidak menyadari penyerangan diam-diam yang dilakukan oleh lawan. Tidak lama kemudian, kelopak matanya mulai terasa berat. Rupanya angin sepoi-sepoi ini telah membuat ia mengantuk. Beberapa saat berlalu, hingga rasa kantuk tak tertahan lagi olehnya, dan akhirnya…gubraaakkk !!! Si Monyetpun tersungkur, jatuh ditanah.

Beberapa pengaruh asusila juga berhasil menjatuhkan kita, persis dengan cara yang sama dengan yang dilakukan angin terhadap monyet. Narkoba datang lewat ‘pergaulan jetset’ masa kini. Perlahan-lahan, lalu mulai diterima sebagai kewajaran. Perselingkuhan semakin berkembang-biak lewat jargon-jargon unik, Temen Tapi 'Keliwat' Mesra, misalnya. Perceraian, hampir dianggap sebagai ‘takdir dari TUHAN’ yang dipublikasi lewat berbagai pemberitaan kawin cerai yang dikemas dalam ‘acara hiburan’. Pornography dan perjinahan menyebar luas keseluruh handphone tua-muda atas nama ‘penasaran’ karena kebetulan pemainnya adalah artis lokal yang sangat ngetop. Dan lain-lain sebagainya.

Seperti halnya ide-ide yang positif, ide-ide bejat seperti ini juga menyebar laksana virus. Yang diletakkan dibawah sadar seseorang dengan tanpa disadari oleh yang bersangkutan. Para pelakunya seolah mengambil peranan Cobb (Leonardo DiCaprio) dalam film Inception karya Christopher Nolan yaitu menyuntikkan sebuah gagasan di alam bawah sadar seseorang lewat mimpi.

Sebagai pekerja seni, aku sama sekali tidak antipati terhadap lagu Keong Racun. Bagiku pribadi lagu sederhana ini sangat jenius. Sejujurnya, aku pribadi termasuk penggemar lagu itu ! Penciptanya dengan luar biasa kreatif berhasil mengangkat kenyataan yang terjadi disebagian pergaulan masyarakat dan mengemasnya dengan kata dan irama yang unik, sehingga sekali diperdengarkan lagu itu akan nyantol laksana lintah dan sulit dilepaskan dari pikiran kita. Penciptanya tentu tidak bermasuk buruk dengar syair-syair yang ia ciptakan. Wong semua itu adalah sebuah kenyataan !

Hanya saja permasalahan datang ketika anak-anak kita, dengan riang gembira ikut-ikutan menyanyikan lagu tersebut dan kita sebagai orang tuanya merasa tidak terlalu perlu untuk menggubris ‘angin sepoi-sepoi basa’ itu.

Kemudian siapa yang salah ? Entahlah. Mungkin memang dunia ini telah begitu tua, sehingga mata hati kita sudah dibuat terlalu rabun untuk membedakan mana daerah putih dan mana daerah hitam. Semua terlihat begitu abu-abu.

Yang jelas segalanya akan segera berpulang kepada diri kita masing-masing. Karena siapapun akan mengakui, adalah sebuah pekerjaan yang mustahil untuk membendung seluruh pengaruh (klise) globalisasi.

Seperti halnya film Inception, dimana lawan Leonardo DiCaprio, yakni Robert Fischer (yang diperankan oleh Cillian Murphy) adalah orang yang begitu terlatih untuk selalu alert menjaga alam bawah sadarnya, semakin hari rupanya setiap orang semakin dituntut untuk memiliki penjaga alam bawah sadarnya, sehingga tidak mudah tercemar pengaruh buruk apapun. Pengaruh yang akan datang lewat ‘mimpi’ dan ‘angin sepoi-sepoi basa’ yang pasti –cepat atau lambat- membuat kita sama seperti monyet yang akhirnya jatuh terjerembab ditanah. Dan sialnya, tugas menjaga bawah sadar kita –supaya tidak tercemar- sungguh bukan perkara mudah. Ada baiknya kita semua sebisa mungkin segera siuman lalu sadar sesadar-sadarnya (*)

1 komentar:

  1. Setuju bang.
    Emang angin sepoy-sepoy itu membuat kita terlena dan terlelap.

    Salam kenal, hery (timi.ryla@ymail.com)

    BalasHapus